Gunaryati Rahayu yang melibatkan mantan Wali Kota Semarang, Heverita Gunaryati Rahayu alias Mbak Ita, semakin menguak tabir praktik mencakup jabatan yang merugikan negara. Mbak Ita, yang kini tengah menjalani proses hukum di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, mengaku telah menerima dana sebesar Rp 1,2 miliar dari para pegawai Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang.
Iuran Kebersamaan yang Membuat Geger
Gunaryati Rahayu Pengakuan Mbak Ita pada sidang perdana kasus ini membuat publik terkejut. Dalam penyediaannya, ia menjelaskan bahwa uang yang diterimanya merupakan dana tambahan operasional bagi Wali Kota Semarang. Pemberian dana ini disalurkan setiap triwulan dengan nominal Rp 300 juta sekali pemberian. Namun yang mencurigakan adalah bagaimana dana tersebut bisa berasal dari pegawai Bapenda, sebuah lembaga yang seharusnya berfungsi untuk mengelola pendapatan daerah.
Mbak Ita mengungkapkan bahwa dalam pertemuan pada bulan November 2022, saya menyampaikan bahwa dana tersebut adalah tambahan untuk operasional Wali Kota Semarang, dengan alasan bahwa hal tersebut juga biasa dilakukan oleh Wali Kota Semarang sebelumnya, Hendrar Prihadi (Pak Hendi). “Ini sudah biasa, ibuk,” ujar Iin, yang ditirukan oleh Mbak Ita dalam konferensi.
Pembagian Dana yang Mencurigakan
Mbak Ita mengaku menerima total dana sebesar Rp 1,2 miliar, yang diserahkan dalam tahap empat kali. Namun, ia mengungkapkan bahwa pada pemberian tahap keempat, ia menolaknya karena merasa sudah cukup menerima uang tersebut. “Saya menerima seluruhnya Rp 1,2 miliar,” ujarnya di hadapan majelis hakim. Pernyataan ini memperkuat dugaan bahwa terdapat sistem yang terorganisir dalam cakupan dana negara, yang disalurkan secara berkala dan dengan nominal besar.

Baca Juga : Kebakaran Hanguskan Warteg di Penjaringan, Satu Korban Jiwa
Dana yang diterima oleh Mbak Ita tersebut semakin membantu citra pemerintahan Kota Semarang. Pasalnya, dana yang seharusnya digunakan untuk keperluan pembangunan dan operasional daerah, justru digunakan untuk kepentingan pribadi pejabat daerah.
Tiga Dakwaan yang Menghantui Mbak Ita
Kasus ini tidak hanya melibatkan Mbak Ita, tetapi juga melibatkan suaminya, Alwin Basri, yang merupakan mantan Ketua Komisi D DPRD Jawa Tengah.
Secara keseluruhan, total kerugian negara yang ditaksir dari kasus ini mencapai angka yang fantastis, yakni Rp 9 miliar. Jumlah tersebut mencerminkan betapa besar dampak yang ditimbulkan dari praktik korupsi ini terhadap anggaran daerah dan masyarakat Kota Semarang. Tak hanya merugikan negara, namun juga mencoreng nama baik lembaga pemerintah yang seharusnya menjadi pelayan publik yang jujur dan transparan.
Korupsi yang Merusak Kepercayaan Publik
Kasus ini memberikan pembelajaran berharga tentang betapa mudahnya praktik korupsi berkembang di lingkungan pemerintahan, khususnya di tingkat lokal. Kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin daerah bisa hancur hanya karena ulah segelintir oknum yang memanfaatkan posisi mereka untuk meraup keuntungan pribadi.
